Kembalinya beliau ke Wittenberg, Perang Petani Martin Luther

Lutherhaus, kediaman Luther di Wittenberg.

Luther kembali secara diam-diam ke Wittenberg pada 6 Maret 1522. Beliau menulis kepada sang elektor: "Selama ketidakhadiran saya. Setan telah memasuki kandang domba saya, dan melakukan tindakan-tindakan penghancuran yang tidak dapat saya perbaiki dengan menulis, selain dengan firman hidup dan kehadiran pribadi saya semata."[75] Selama delapan hari dalam masa Prapaskah, dimulai pada Minggu Invocavit tanggal 9 Maret, Luther menyampaikan delapan khutbah, yang kemudian dikenal sebagai "Khotbah-Khotbah Invocavit". Dalam khutbah-khutbah tersebut, beliau menekankan yang dipandangnya sebagai keutamaan dari nilai-nilai inti Kristen seperti kasih, kesabaran, karya amal, dan kebebasan, serta mengingatkan warga untuk memercayai firman Tuhan dan bukan melakukan kekerasan untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan.[76]

Tahukah kamu apa yang dipikirkan Iblis ketika beliau melihat manusia menggunakan kekerasan untuk menyebarkan Injil? Dia duduk dengan tangan terlipat di balik api neraka, serta berkata dengan tatapan ganas dan seringai mengerikan: "Ah, betapa bijaksananya orang-orang gila ini memainkan permainanku! Biarlah mereka melanjutkannya; aku akan menuai keuntungannya. Kubersuka dalamnya." Tetapi ketika dia melihat Tuhan berlari dan bergulat sendirian di medan pertempuran, maka dia kecut gentar kerana ketakutan.[77]

Dampak dari campur tangan Luther segera dirasakan. Setelah khutbah keenam, Jerome Schrurf, yuris Wittenberg, menulis kepada sang elektor: "Oh, sukacita apa yang telah disebarkan Dr. Martin di antara kita! Kata-katanya, melalui belas kasih ilahi, sedang membawa kembali orang-orang yang tersesat setiap hari ke jalan kebenaran."[77]

Luther selanjutnya mulai menghapuskan ataupun memodifikasi praktik-praktik jemaatnya yang baru. Dengan bekerja bersama pihak berwenang untuk memulihkan ketertiban umum, beliau mengisyaratkan penemuannya kembali sebagai suatu kekuatan konservatif dalam Reformasi Protestan.[78] Setelah menghalau para nabi Zwickau, beliau menghadapi suatu pertarungan yang berlangsung tidak hanya dengan Gereja yang resmi, tetapi juga dengan para reformis radikal yang dikatakan mengancam tatanan barunya dengan menggerakkan kekerasan dan kerusuhan sosial.[79]

Dua Belas Pasal, 1525.

Terlepas dari keberhasilannya di Wittenberg, Luther tidak berhasil membendung radikalisme yang berkembang luas di daerah sekitarnya. Para pengkhutbah seperti Zwickau Nikolaus Storch dan Thomas Müntzer mendapat dukungan dalam kalangan para petani dan warga kota miskin antara tahun 1521 dan 1525. Sebelumnya, sejak abad ke-15, pernah terjadi beberapa pemberontakan berskala lebih kecil oleh kaum tani.[80] Pamflet-pamflet Luther yang menentang Gereja dan hierarki, yang seringkali diekspresikan dengan fraseologi "liberal", menyebabkan banyak petani percaya bahawa beliau akan mendukung serangan terhadap kelas atas pada umumnya.[81] Berbagai pemberontakan pecah di Franken, Schwaben, dan Thüringen pada 1524, bahkan menarik dukungan dari para bangsawan yang tidak puas, banyak dari mereka yang terbelit utang. Karena mendapat momentum dalam kepemimpinan para tokoh radikal seperti Müntzer di Thüringen, serta Hipler dan Lotzer di wilayah barat daya, pemberontakan-pemberontakan tersebut berubah menjadi perang.[82]

Luther disebut bersimpati dengan beberapa keluhan kaum tani tersebut, seperti yang beliau tunjukkan dalam tanggapannya terhadap Dua Belas Pasal pada Mei 1525, namun beliau mengingatkan para pihak yang dirugikan untuk mematuhi otoritas sekuler.[83] Selama suatu kunjungan di Thüringen, beliau menjadi sangat marah ketika menyaksikan aksi pembakaran yang meluas atas berbagai biara, kediaman uskup, dan perpustakaan. Dalam Melawan Gerombolan Petani Bernafsu Mencuri dan Membunuh, yang ditulis sekembalinya Luther ke Wittenberg, beliau memberikan interpretasinya tentang ajaran Injil terkait kekayaan, mengecam kekerasan tersebut sebagai pekerjaan iblis, dan meminta para bangsawan untuk menundukkan para pemberontak layaknya "seseorang harus membunuh seekor anjing gila"[84]:

Karena itu biarlah setiap orang yang bisa, menghantam, membunuh, dan menikam, secara sembunyi-sembunyi ataupun secara terbuka, mengingat bahawa tidak ada yang dapat lebih berbisa, menyakitkan, ataupun seperti iblis daripada seorang pemberontak ... Karena baptisan tidak membuat manusia bebas tubuhnya dan kepunyaannya, tetapi jiwanya; dan Injil tidak menjadikan barang-barang dimiliki bersama, kecuali dalam kasus orang-orang yang, dari kehendak bebas mereka sendiri, melakukan apa yang rasul-rasul dan murid-murid lakukan dalam Kisah 4 [:32–37]. Mereka tidak menuntut, seperti yang dilakukan para petani kita yang sinting dalam amukan mereka, agar barang orang-orang lain—dari Pilatus dan Herodes—mesti menjadi milik bersama, tetapi hanya barang mereka sendiri. Namun, para petani kita ingin menjadikan milik bersama barang orang-orang lain, dan menyimpan milik mereka bagi mereka sendiri. Orang-orang Kristen yang baik mereka! Kupikir tidak ada satu setan pun yang tertinggal di neraka; mereka semua telah pergi merasuk petani-petani itu. Omong kosong mereka telah kelewat batas.[85]

Luther membela penentangannya terhadap para pemberontak dengan tiga alasan. Pertama, dalam memilih kekerasan daripada ketaatan sesuai hukum pada pemerintah sekuler, mereka mengabaikan nasihat Kristus supaya "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar"; Rasul Paulus menulis dalam Roma 13:1–7 bahawa semua pemerintah ditetapkan oleh Tuhan dan kerana itu tidak semestinya dilawan. Petunjuk dari Alkitab ini membentuk landasan bagi doktrin yang dikenal sebagai hak ilahi raja-raja, atau hak ilahi pangeran-pangeran dalam kasus Jerman. Kedua, tindakan-tindakan kekerasan memberontak, merampok, dan menjarah, menempatkan para petani "di luar hukum Tuhan dan Kekaisaran", sehingga mereka dianggapnya layak mengalami "kematian dalam tubuh dan jiwa, jika hanya menjadi para penyamun dan pembunuh". Terakhir, Luther menuduh para pemberontak melakukan penghujatan kerana mereka menyebut diri "saudara-saudara Kristen" dan melakukan tindakan-tindakan berdosa di bawah panji Injil.[86]

Tanpa dukungan Luther dalam melakukan pemberontakan tersebut, banyak pemberontak yang meletakkan senjata mereka; yang lain lagi merasa dikhianati. Kekalahan mereka oleh Liga Schwäbischer di Pertempuran Frankenhausen pada 15 Mei 1525, yang diikuti dengan eksekusi Müntzer, mengantar tahap revolusioner Reformasi Protestan ke suatu akhir.[87] Setelah itu, radikalisme dikatakan menemukan satu tempat perlindungan dalam gerakan Anabaptis dan gerakan-gerakan keagamaan lainnya, sementara Reformasi Luther berkembang di bawah naungan kekuatan sekuler.[88] Pada 1526, Luther menulis: "Saya, Martin Luther, selama pemberontakan telah membunuh semua petani, kerana sayalah yang memerintahkan mereka untuk dipukul mati."[89]

Rujukan

WikiPedia: Martin Luther http://christianity.about.com/od/lutherandenominat... http://www.artdaily.com/index.asp?int_new=26979&in... http://www.exclassics.com/foxe/foxe147.htm http://www.hymntime.com/tch/htm/f/l/u/flungtot.htm http://www.signaturetoursinternational.com/gp-3.ph... http://www.buergerstiftung-halle.de/bildung-im-vor... http://dispatch.opac.d-nb.de/DB=1.1/LNG=EN/CMD?ACT... http://www.luther.de/en/index.html http://digital.slub-dresden.de/id328043192 http://www.studia-instrumentorum.de/MUSEUM/zistern...